Sunyi dan sepi. Hanya kicau burung yang terdengar saling bersahutan. Palang besi yang panjangnya tak lebih dari dua meter itu berada tepat di bawah gerbang perbatasan Indonesia – Papua Nugini. Di depannya, tampak sebuah pos jaga perbatasan, kosong.
Suasana di depan gerbang perbatasan Merauke - Papua Nugini *foto by me |
Tak banyak orang berkunjung saat aku menginjakkan kakiku di provinsi paling
ujung timur Indonesia. Sesekali waktu, rombongan penduduk asli Papua Nugini terlihat
membawa bahan makanan pokok hasil barter dengan binatang buruan mereka.
Warga Papua Nugini melintas perbatasan pasca membeli bahan makanan pokok di Merauke *foto by me |
Berbeda dengan negara tetangga, kasat mata Merauke lebih maju dan aman.
Meski terkadang ada gesekan, namun tak sampai menimbulkan konflik
berkepanjangan. Bentang alam kota/kabupaten Merauke yang sebagian besar berupa
daratan, bukan pegunungan mungkin menjadi alasan bagi gerakan pengacau keamanan
tidak memilih lokasi ini sebagai tempat bernaung. Karenanya, bila dibandingkan
Jayapura, kota rusa ini bisa dikatakan lebih aman dan damai.
Titik nol wilayah timur Indonesia berada sekitar 75 km dari kabupaten
Merauke. Perjalanan ini dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda empat kurang
lebih selama 1,5 jam. Tenang saja, kondisi jalanan beraspal baik. Meskipun di
beberapa titik ada sejumlah kerusakan, tapi tidak sedikitpun mengganggu
perjalanan.
Angkutan umum yang sesekali ada berupa mobil elf. Dalam sehari mungkin
hanya bisa mengangkut satu kali karena biaya yang cukup mahal dan terbatasnya
bahan bakar. Penduduk setempat atau warga Papua Nugini yang melintas pun rata-rata berjalan kaki
atau menggunakan sepeda.
Wilayah perbatasan ini melewati Taman Nasional Wasur berupa hutan hujan
tropis terbesar di Provinsi Papua. Alamnya yang masih rimbun dan asri ini
bagaikan perawan yang belum terjamah oleh tangan-tangan manusia. Jikalau ada, hanya
penduduk asli yang berburu dan memancing di rawa-rawa hutan tersebut, tentunya
tanpa merusak. Masih alami.
Kita juga akan melewati sebuah kolam air yang dikenal dengan Pemandian Biras.
Lokasi ini berupa rawa-rawa yang sering digunakan penduduk setempat untuk mandi
dan berwisata air. Saat pagi hari dan sepi pengunjung, kita bisa duduk di gazebo
sambil melihat sinar mentari pagi serta pantulan pepohonan dan indahnya bunga
teratai di atas air. Tampak indah.
Pemandian Biras, Potensi alam wisata Taman Nasional Wasur, Merauke *foto by me |
Setelah tiba di Distrik Sota, kita akan disambut dengan sebuah monumen berlambang
burung Garuda Pancasila. Monumen yang diresmikan Desember 1994 ini merupakan
sebuah tugu pertanda titik nol wilayah timur Indonesia. Tugu ini kembar karena satu tugu lagi berada di titik nol wilayah barat Indonesia, yakni Tugu Sabang.
Tugu Kembar Sabang-Merauke, tanda titik nol wilayah timur Indonesia *foto by me |
***
Sebelum sampai di depan gerbang tapal batas, kita akan disambut oleh
petugas militer penjaga perbatasan yang memeriksa kelengkapan tanda pengenal
ataupun dokumen. Beberapa puluh ribu Rupiah menjadi “sumbangan serelanya” bagi
si penjaga. Barulah setelah diperiksa dan dinyatakan clear, kita bisa menuju daerah lintas batas.
Sesampainya di gerbang perbatasan, ada sebuah kuburan bersalip dan taman. Konon
menurut cerita warga setempat, dulunya taman itu asri dan terawat. Adalah Ma’ruf
yang sepanjang hidupnya mendedikasikan diri menjaga dan merawat kawasan ini. Namun
sayangnya, ketika aku ke sana Juli 2014 lalu, aku menemukan beberapa coretan iseng sudah bertengger menghiasai papan. Sedih rasanya.
Galeri lintas batas *foto by me |
Disisi lain, kita juga bisa menemukan rumah semut yang tingginya bisa mencapai 2,5 meter. Penduduk setempat menyebutnya Musamus yang cuma bisa ditemukan pada dua tempat di dunia, satu di hutan Amazon dan satu lagi di Merauke. Musamus ini juga digunakan sebagai nama salah satu perguruan tinggi di Merauke.
Musamus - sarang semut tertinggi *foto by me |
Jika beruntung, kita bisa menemui anak asli Merauke yang hendak berburu di hutan
area perbatasan Merauke-PNG. Mereka berbekal senapan angin untuk menembak burung liar yang tujuannya untuk dimakan sendiri atau kadang dijual kembali.
*Foto created by me and Langgeng
Narsis bersama anak-anak Merauke sebelum mereka berburu, *foto by Langgeng WP |
Bonceng Motor di Lintas Batas, *foto by Langgeng WP |
*Foto created by me and Langgeng
Halo mbak, salam kenal saya tulus dari jakarta. Saya berencana pergi ke merauke. Saya mau tanya-tanya sedikit mbak, kalau mau mengunjungi beberapa spot wisata di sana seperti pantai lampu satu, taman nasional wasur, dan tugu kembar sabang-merauke, itu ada angkutan umum atau harus carter kendaraan ya? Ditunggu infonya ya mbak. Terima kasih....
ReplyDeleteHalo mas Tulus, salam kenal, saya juga dari Jakarta. Dua tahun lalu ketika saya ke Merauke, kami menggunakan kendaraan pribadi karena minimnya transportasi umum disana. Warga asli Merauke dan perbatasan saat itu lebih sering terlihat berjalan kaki atau menggunakan sepeda dan itu jaraknya lumayan jauh. Kalau saran saya, sebaiknya menyewa kendaraan disana. Terima kasih sudah berkunjung.
DeleteHerbal Jantung Tanpa Efek Samping
ReplyDelete