Tuesday, October 18, 2011

Martabak Mesir Kubang


Aku dan niwa berencana akan menyusuri kota Padang mencari kuliner khas Padang untuk makan malam kami. Berbekal sebuah peta karya Pa Iskandar, salah satu pegawai Kanwil, kami langsung naik angkot biru muda menuju Plaza Andalas yang lebih dikenal dengan nama PA. Setelah membayar Rp4.000, sekitar 10 menit, kami pun tiba di PA, suasana pusat perbelanjaan seperti di Jakarta, diskon pakaian hingga supermarket pun tersedia ditempat ini, “bukan hal yang baru”, pikirku.


Aku dan Niwa melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menyusuri pinggir PA dengan tujuan ke rumah makan Kubang. Menurut Pa Iskandar, di tempat tersebut tersedia sate atau martabak yang sayang sekali bila dilewatkan jika sudah ke Padang. Berhubung satenya belum siap, maka kami memesan dua martabak Mesir khas Kubang.


Martabak Mesir Kubang
Berdiameter sekitar 15cm, dengan tebal sekitar 0,5cm, martabak ini di isi dengan daging, daun bawang, cabe hijau dan sedikit tumbuhan paku. Pantas rasanya bila martabak ini disarankan oleh Pa Iskandar untuk tidak dilewatkan oleh kami. Disertai kuah kecap plus cuka yang di dalamnya terdapat dua potong tomat serta irisan bawang goreng makin menambah cita rasa martabak Mesir ini.


Gurih, manis, dan pedas, itulah rasa martabak Mesir khas Kubang, dan yang membedakannya dengan martabak Mesir di Jakarta yakni daging yang melimpah serta harganya yang masih terjangkau. Kami berdua hanya menghabiskan Rp34.000 saja untuk dua buah martabak Mesir berukuran cukup besar serta segelas es teh manis dan teh tawar.

First Day to Padang, West Sumatera

Akhirnya, ini kali kedua aku berada di pulau paling barat dari Indonesia, pulau yang memiliki jalur merah karena rentan terkena gempa dan tsunami. Ketika kuliah aku sudah pernah menyebrangi Selat Sunda dari Merak menuju Bakaheuni untuk melakukan liputan perjalanan bersama kawan-kawan seperjuanganku.

Alhamdulillah, kata itulah yang pertama kali muncul saat menapakkan kaki ku di pulau Sumatera. Setelah satu setengah jam terombang-ambing dengan turbulensi yang membuat telinga kami jengah, akhirnya semua terbayar dengan melihat ranah minang. Tampak tulisan Minangkabau Internasional Airport menyambut kedatangannku siang itu. Aku bersama Niwa, rekan kerjaku sekaligus teman seperjalananku kali ini langsung keluar bandara pasca kami turun dari Garuda. Mulai saat inilah dimulai kisah dua gadis petualang cilik berkeliling Padang.

Ruangan bernuansa dominan putih langsung menampakkan dirinya pada kami. Tampak pula puluhan penumpang dengan maskapai yang sama sedang menunggu barang-barang mereka keluar dari lubang hitam. Terlihat pula sejumlah orang berseragam merah, kuning dan abu-abu sibuk mondar-mandir dengan membawa kain pel keluar masuk toilet.

Maraknya Taxi Tanpa Argo

Tak berapa lama kami pun langsung keluar bandara, berencana menggunakan taxi menuju ke hotel, tempat kami tinggal selama tiga hari. Ketika kami keluar, beberapa orang langsung menawari kami mobil sewaan ataupun taxi tanpa argo yang bertarif cukup mahal. Kaget, bingung bercampur jadi satu, yang ada difikiran kami hanya sebuah tanda tanya besar, kenapa tidak ada taxi resmi yang memiliki standar harga menggunakan argo meter (?).

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan sebelumnya dari pihak hotel, jarak dari bandara menuju hotel sekitar 30 km yang jika ditempuh menggunakan taxi hanya berbayar Rp50.000. Namun ketika kami tiba disini, semua tarif yang ditawarkan di atas Rp.100.000. “Di Padang tidak ada bayar pakai argo, bukan seperti di Jakarta, di sini pakai sistem borongan”, ujar salah satu supir.

Kemudian kami langsung menuju counter tempat pemesanan taxi borongan tersebut, memang tarif menuju Padang Kota, khususnya Jl MH Thamrin tempat hotel kami berada sebesar Rp109.000. Sedangkan tarif untuk menyewa mobil Avanza atau Xenia sebesar Rp115.000. Berbeda pula yang ditawarkan taxi, travel ataupun mobil sewaan yang mengantarkan ke luar kota Padang, tentu tarifnya lebih tinggi. Niwa lalu menelepon orang kantor untuk mencari informasi, barulah kami memilih salah satu supir taxi yang menawarkan jasa mengantarkan kami ke Grand Sari hotel hanya dengan membayar Rp100.000.

Pasca istirahat sejenak di hotel, kami pun bergegas menuju Kantor Wilayah (Kanwil) III Direktorat Perbendaharaan Padang, provinsi Sumatera Barat. Kantor itu terletak di Jl. Khatib Sulaeman No.51, jaraknya sekitar 7,5 km dari hotel kami dan dapat ditempuh dalam 10 menit saja. Lagi-lagi kami pun harus menawar taxi tanpa argo untuk mengantarkan kami ke kanwil. Dengan membayar Rp30.000, kami pun tiba di kantor yang memiliki eksterior dengan nuansa Minang. Dan setelah menemui sejumlah orang kantor yang bekepentingan untuk mengurus segala administrasi sebelum kami bertemu Kepala Kanwil, kami pun pamit untuk kembali ke hotel.

Friday, September 2, 2011

REFLEKSI KETUPAT LEBARAN




















Allah hu Akbar Allah hu Akbar Allah hu Akbar
Laailaahaillallahhh hu wallaaaahhu Akbar
Allah hu Akbar walillaa ilham


Gema takbir berkumandang
Suara bedug bersahut-sahutan
Semua insan umat Muslim di seluruh belahan dunia bersahaja
Menyambut hari nan penuh kemenangan
1 Syawal setiap tahunnya

Hari ini lengkap sebulan sudah menjalankan ibadah puasa
Lengkap sebulan sudah umat Islam menjalani kehidupan di bulan penuh magfirah
Setiap umat berlomba-lomba mencari pahala yang berlipat ganda

Namun, tak sedikit pula hal-hal yang bisa dikatakan "aneh tapi nyata" 
10 hari pertama Masjid or Mushala penuh
10 hari kedua Mall penuh
5 hari selanjutnya pegadaian penuh
dan 5 hari terakhir terminal penuh
Fenomena yang luar biasa yang terjadi hanya disini, tempat ku berada saat ini

1 Syawal identik dengan tradisi pulang kampung, menghabiskan tabungan satu tahun
1 Syawal identik dengan memasak sebanyak-banyaknya, lalu kadang lupa untuk dihabiskan
1 Syawal identik dengan mengenakan pakaian baru, padahal yang lama masih bagus


Lalu apa Arti Refleksi Ketupat bila hanya keempat hal di atas yang terjadi ???

Refleksi Ketupat adalah tanda bahwa kita hidup sebagai manusia sosial
Tak luput dari hilap dan alfa, Tak luput dari salah dan dosa, serta selalu butuh orang lain
Maka dari itu, Refleksi Ketupat dimaknai dengan pembersihan hati, diri dan jiwa
Dengan cara saling Memaafkan satu sama lain
Kata "Maaf" yang tak hanya dari ucapan, tetapi juga dari hati dan perbuatan

1 Syawal identik dengan tradisi pulang kampung, jalin silaturahmi tumbuhkan ukhuwah
1 Syawal identik dengan memasak banyak, untuk dibagikan pada saudara se-Adam
1 Syawal identik dengan baju baru karna baju lama sudah disumbangkan pada yang butuh

Itulah Refleksi Ketupat, Fenomena aneh tapi nyata
Namun ternyata menyimpan sejuta arti dan makna

Taqabbalallahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum
Semoga Allah menerima segala amal ibadah aku dan kamu di bulan Ramadhan
Serta menerima puasaku dan puasamu

Minal Aidin
Wal Faidzin
Semoga kita termasuk golongan yang kembali pada Fitrah
dan Semoga kita termasuk golongan yang meraih Kemenangan

Teruntuk saudaraku yang pernah tersakiti olehku
Mohon Maaf Lahir dan Batin

Teruntuk saudaraku yang pernah menyakitiku
Aku Maafkan Lahir dan Batin

Pic: riangold.wordpress.com

Thursday, August 11, 2011

Lihatlah Lebih Tinggi dan Lebih Rendah

Sebuah Catatan dari Anggito Abimanyu

Cuaca cerah, matahari pun masih enggan menampakkan dirinya. Hembusan angin sepoi-sepoi menghiasi pagi ini, sungguh sejuk perasaanku saat itu. Tepat ketika besi biru beroda enam itu kembali membawaku ke pusat Banteng, aku pun turun dan bergegas memasuki gedung biru-silver yang beraksitektur modern. Seperti biasa, aktivitas ini selalu menjadi keseharianku.

Namun kali ini berbeda, hari ini aku kembali akan bertemu sosok yang sudah kedua kalinya ku temui sejak pertemuan di Yogya beberapa bulan silam. Anggito Abimanyu, nama yang tak asing di telinga warga Kementerian Keuangan ketika mendengarnya. 

Dulunya Anggito adalah seorang pejabat di Badan Kebijakan Fiskal, tetapi saat ini Anggito memilih untuk mengabdikan dirinya demi menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas. Anggito lebih suka berbagi ilmu dan berdiskusi dengan berbagai kalangan. 

Kembali aku menuju ruanganku, melalui sebuah pintu besi ajaib yang mengantarkan ku langsung melesat ke lantai 12. Disitulah tempatku biasa menghabiskan waktu 8 jam sehari di depan netbook kesayanganku. Dengan langkah pasti, aku pun berjalan memasuki ruangan berinterior simple modern dengan aksen krem coklat yang bergaya klasik.



Tik, tok, tik, tok... Suara jarum jam berdetak seirama, tak terasa sudah pukul 7.30, aku, dan dua orang rekan kerjaku bersiap menuju tempat pertemuanku dengan Anggito. Voice recorder, surat resmi permohonan wawancara, daftar pertanyaan, buku catatan, pulpen dan kamera merupakan barang wajib yang tak luput kami bawa.

Setelah itu, sengaja kami menghidupkan televisi, untuk melihat sosok Anggito yang ada di salah satu stasiun swasta. Ternyata, dalam acara tersebut, Anggito sedang memainkan flute kesayangannya mengiringi lagu Islami yang dibawakan sebuah band lokal.

Menggunakan kendaraan umum sedan putih beraksen lampu kuning pada sisi atasnya, kami lantas melaju ke tempat siaran langsung itu berada. Tak lebih dari 30 menit, kami pun tiba di tempat itu dan melihat sosok Anggito yang masih memainkan flute dengan lihainya.
Sejumlah kamera, lampu besar sebagai tambahan cahaya, kabel yang berjuntai tak tentu, sekelompok pemain musik termasuk Anggito serta kru televisi berseragam merah sudah sejak pagi siap dengan siaran langsung berdurasi satu jam tersebut. Suara desing lalu lalang kendaraan tertutup dalam pendengaranku, terganti dengan suara lembut flute dan iringan musik bernada Islami yang dibawakan Anggito beserta band lokal.

Lalu, fokus mataku beralih pada seorang wanita bermake-up tebal dengan warna bibir merah merona, rambut pendek sebahu yang ditata rapi, mengenakan setelan blazer berwarna merah senada dengan rok pendek sedikit di atas lutut, memberikan kesan formil. Wanita yang membawa mikrofone itu, sejak kedatangan kami mondar-mandir layaknya orang sedang menyetrika. Ia sedikitpun tak melihat kedatangan kami karena sepertinya sedang sibuk mempersiapkan acara yang sebentar lagi akan usai.

Kami pun lantas berjalan ke gedung bergaya arsitektur modern berwarna silver, tinggi menjulang, dan di pojok kanan atas gedung terdapat sebuah tulisan Wisma Nusantara yang terpasang kokoh. Memasuki gedung itu kami disambut lembaran kaca besar yang bersifat otomatis terbuka ketika kami melewatinya, tak hanya sepasang pintu kaca, namun dua pasang pintu kaca.

Setelah itu pun kami masih harus menghadapi sejumlah pria dan wanita berseragam hitam. Si pria berambut plontos, sedangkan si wanita berambut pendek rapi, semuanya berpostur tegak dengan tinggi proporsional. Mereka lantas meminta kami dan barang-barang yang kami bawa untuk melewati sebuah kotak besar yang akan berbunyi bila ada benda yang berbahaya. Mungkin ingin mencerminkan kepada pengunjung bahwa di gedung ini terdapat tingkat pengamanan tinggi.

Selang beberapa waktu, kami pun bertemu dengan sosok yang tak banyak berubah, bertubuh proporsional, tinggi dan tegak, perawakannya seperti seorang tentara meski tidak memiliki potongan rambut cepak dengan tubuh sedikit kurus. Wajahnya yang tirus menyambut kami dengan senyuman khas yang ia miliki, rambut dan kumis tipis yang terselip warna putih menggambarkan usianya yang sudah semakin matang. Kacamata berbingkai hitam tak luput menghiasi wajah yang memperlihatkan sisi kecerdasannya.



Sederhana, mengenakan baju koko putih dengan membawa flute yang sudah dimasukkan kedalam kotak hitam bertuliskan Yamaha, Anggito menyambut kedatangan kami. Tak banyak berkomentar, kami pun langsung mengadakan sesi wawancara. Harumnya aroma kopi tempat kami berdiskusi tertutup oleh suara Anggito yang lugas dan bersemangat dalam menjawab setiap pertanyaan kami. Kernyitan di keningnya mencerminkan keseriusan dan fokus dalam pembicaraan kami. Anggito pun tak lupa menyampaikan sejumlah kritik bagi pemerintah, menunjukkan antusiasme dirinya dalam membawa masukan untuk perubahan terkait kebijakan fiskal yang sudah ditetapkan pemerintah.

Saat mengakhiri pertemuan, sebuah buku bertajuk Refleksi Kebijakan Fiskal disiapkan untuk kami bertiga. Seorang wanita langsing, berkulit putih, berambut hitam dan panjang, mengenakan kemeja hitam dan celana jeans, membawakan buku itu kepada kami. Wanita yang selalu menggenggam handphone, membawa berkas dan kamera poket ternyata adalah sekretaris Anggito di Jakarta.

Kemudian, salah satu rekanku berinisiatif untuk meminta tanda tangan, dan aku pun tak ketinggalan. Aku mengatakan bahwa kemarin aku baru saja merayakan hari jadi. Kontan saja, tanpa mengucap sepatah kata pun, sambil tersenyum, Anggito langsung menulis di lembar awal buku itu ucapan “IIN Selamat Ultah dan membaca dari Anggito”. Perasaan senang tergambar dari senyumanku yang tak lepas setelah menerima buku pemberian dari salah seorang tokoh ekonomi yang aku kagumi. Mataku pun berbinar cerah menandakan kebahagiaan mendalam. Anggito pun makin tersenyum lebar mengisyaratkan sebuah kesahajaan. Tak lupa, kami juga meminta sesi foto dengannya.



Ketika kami berpamitan, selayaknya seorang bapak yang berbicara pada anaknya, Anggito lantas membisikkan aku sebuah pesan, “bacalah halaman pertama dari buku itu dan kamu akan menemukan sesuatu”, bisik Anggito. Ternyata pesan yang ia sampaikan berbunyi: 

“Dua hal yang apabila dimiliki seseorang akan membuatnya dicatat Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (Ilmu dan Ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberikan kelebihan.”
(HR. Attirmidzi)

Terima kasih Anggito, buku ini akan ku baca dan ku jaga.

follow me at @dorainka





Tuesday, August 9, 2011

Belajar dari Kaca Retak

Apa yang kamu bayangkan ketika mendengar kata "kaca retak"
Tentunya sesuatu yang tak dapat diperbaiki lagi bukan?
yap, hal itulah yang terlintas difikiranku saat ini.. 

Membayangkannya saja langsung ngilu bila melihat pecahan kaca itu sampai menyentuh kulit ari kita yang sensitif
Apa yang akan terjadi? pastinya akan membuat kulit kita terluka bahkan hingga mengeluarkan darah dan itu sakit rasanya..
"Kaca retak" sama halnya dengan relationship dalam human life
Relation atau Hubungan antar sesama manusia (Hablumminanas) inilah yang terkadang bisa menjadi ikatan kuat dan kadang pula malah bisa merusak pribadi seseorang hingga hancur

Oleh karena itu, belajar dari kaca retak adalah belajar menghargai indahnya kebersamaan indahnya hubungan antar manusia yang saling menghargai dan saling menjaga
Belajar dari kaca retak berarti belajar agar hubungan yang sudah terlanjur rusak sebenarnya dapat tetap dipertahankan asalkan sama-sama saling mengerti dan memahami

Jagalah kaca retak itu agar tetap kuat meski ringkih
Dan jika dipertahankan maka kaca retak itu akan tetap bertahan dalam waktu yang lama
Namun jika terlalu panas maka kaca retak itu justru akan pecah dan hancur..

@dorainka





Thursday, February 24, 2011

Bertemu Lagi

Awal yang indah memulai pagi ini, sambut rasa senang yang bercampur dengan beribu rasa penasaran. Akan ada apa hari ini? akan kah seindah kemarin? atau hanya asa?
Ternyata alhamdulillah, pagi ini aku bertemu kembali dengan dia, sosok pria pintar, cerdas, berintelektual tinggi dengan beribu kesan baik dalam benakku.. Sosok kebapak-an yang pernah ku singgahi di kota pelajar bulan lalu. Pagi ini, pria itu tanpa segan membagi secuil dari hasil pemikirannya pada kami hingga fikiran pun terbuka.
Terbuka dalam melihat hal yang seharusnya sudah sejak awal kami lihat, jeli dalam meneliti setiap dinamika sendi kehidupan serta sensitif mendeskripsikan sesuatu sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang bias.
Ilmu itu akhirnya ku dapatkan, dari beliau, dalam setiap kata yang keluar dari bibirnya, dalam setiap kalimat yang menitipkan pesan moral bahwa kami adalah generasi muda yang nantinya akan menggantikan beliau, menciptakan keindahan di dunia.
Satu langkah awal menuju revolusi yang ku pun tak tau sampai kapan.
Doaku semoga ku dapat bertemu lagi dengannya demi senila ilmu darinya.

Tuesday, February 22, 2011

Nyesel Pake Kacamata

Kemarin hari yang sepiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii... rekan seperjalanan, hwualahhh...
temen pulangggg ga adaaaa yang nemenin pulanggg.. huhuhuuuuu..*soknangisgitu
Pertama dari si-Ang yang bilang masih ada kerjaannnnn, kemungkinan pulangnya masih lamaa..
Truzzzz Cris yang dah bilang mau barenggg tapi ternyata pas di telp cuma bilang ...
gw : "dimane u, Cris?"
Kris : "hehehe, gw udah di bis jemputan, in.. emang u dimana?"
gw : "gw masih di depan kantor Lha, yasudahlah.."
Amsyonggggggggggggg, gw ditinggalin sendiriannnn, dasar lelaki, janji cuma di sms aje
kenyataannyaaaaaaa....hwuaaaaaaaaaaaaaa...
akhirnya, ketemu mba Nil cewh, dan pulang bareng dy meski cuma sampe Senen..
Tapi da hal yg membuat gw excited, pas kite dah nyebrang en mu berhentiin bis, tiba-tiba ada suara..
"woiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii banggggggggg....gw mu naek" *teriakkencengbetzzzzzz
ternyata itu suaranya mba Nil, yang teriak manggil kenek metromini..
sejenak gw rada tercengangggg...karna mba Nil yang selama ini gw kenal tuh kalemmmm...ehh ternyataa bisa jugaa rada reman dikittt, hehhee kiddinggg..
Yasudahlah, akhirnya gw sampe diterminal dalam keadaan sehat wal afiat, tanpa ada suatu apanya ehh apapunn..dan gw pun dapet 106 AC pula...alhamdulillahhh
Di dalem bis, gw duduk di samping gadis berkerudung, yang dari gw mulai duduk sampe tidur en sampe gw bangun lagi tuh hp bebe-nya ga pernah diem, selalu ber-bebe'em en esemes ria dengan cowonya *gasengajangintipisismsnya.. hhehehheee..
baru beberapa meter perjalanan, hwualahh, lebay lagi dahh...intinya belum jauh bis berjalan, ehh ada adam yang dari samping keliatan clingggggggg..tapi yasudahlah gw diemin aje, secara ni mata dah ga kuat wat dibawa melek sampe gw toh akhirnya memilih untuk sleeping beauty in the bus.
Pas udah mau turun, tuh adam cling masih ada.. daripada gw nyesel ga liat bentuk mukanya yang cling tuh, akhirnya gw ambil en gw pake dah kacamata gw.. dan ternyaataaaaaaaaaaaaaaaaaa...
jiakhhhhhhh, dah om-om engga bangetzz dahh, tidakkkkkkkkkkkkkk...!!!!!!!
Pesan gw : Dilarang Mengenakan Kacamata kalau Engga Mau Menyesal..!!!

Nasi Uduk Plus Bakso Jadi Apa ???

Alhamdulillah.. pagi ini mataku terbuka lebih cepat daripada biasanya..
dengan satu semangat, "Tinggal 4 hari lagi menuju hari Sabtu".
Weekend memang waktu yang sangat ditunggu coz bisa tidurrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr sepanjaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnnnnngggggg hari..heheheee
dan seperti biasa, ku sms salah satu rekan kerja di kantor dengan tujuan dapet nasi uduk Murah.
Maklum, masih blum dapet rapelan, jadi harus ngirit bin medit en koret..hufhhhh..
Kira-kira isinya seperti ini:
Aku : "Om Jer, nitip nasi uduk dunx, kalo ada.. kalo ga ada kabarin ya...thanx, Om.."
Om Jer : "Ok, aku liat dulu, 5 menit lagi dikabarin"
Aku : "Thanx om, Jer.."
Om Jer : "Ga jual, in.. kata ibu kos karena pembantunya kabur, gara-gara hamil ma tukang bakso..wkwkkwkwk"
Aku : "Haiyaaaaaaaaa, bisa begitu yakz?gubraakk.. naudah gpp, hehee thanx ya, om Jer"
Om Jer : "kalo keburu gw tanyain dah ntar"
Aku : "Mw nanyain apa, Om? kisah kasih pembantu ma tukang baso ya?"
Om Jer : "Hehehe, tapi emang genit pembantunya, lha wong aku pernah tanya tukang basonya sudah punya anak istri kok"
Gara-gara pembantu ma tukang baso, aku gagal makan nasi uduk pagi ini..
tapi hikmahnya, semoga ibu majikan nasi uduk itu bisa segera bergabung sama tukang bakso dah..amienn..
tapi pertanyaannya, nasi uduk + bakso = ???

Monday, February 21, 2011

Jenjang Pertama Memasuki Dunia Baru

Pagi itu, kata pertama yang terlintas di benakku adalah "excited" dapat bertemu dengan manusia-manusia cerdas dari seluruh penjuru negeri. Insan muda berbakat yang telah sama-sama berjuang di medan tempur selama setengah tahun ini. Berbalut kain hitam dan putih, ribuan calon pemimpin negeri berhamburan di Dhanapala demi menyambut euforia mengawal Reformasi Birokrasi Indonesia.
Memasuki ruangan megah dengan karpet merah lambang kejayaan, ribuan penerus perjuangan bangsa disambut oleh sebuah kalimat penuh makna : Siap Berkarya untuk Bangsa.

Friday, February 18, 2011

My new Life with My Notes

Setelah melewati sejumlah titik kelam, akhirnya saat itupun tiba. Lampiran kertas putih yang terpampang diatas perangkat elektronik sontak membuat lidahku kelu sejenak. Alhamdulillahh.. babak baru kehidupan akan segera terbuka. Alhamdulillah dapat mewujudkan impian kedua orangtua ku, itulah fikirku saat itu.
Lalu? bagaimana kehidupanku saat ini? 
akan kah aku sanggup mengatakan pada seseorang yang sudah memberiku pelajaran hidup di awal langkah perjuanganku bahwa aku harus pergi? tak bisa lagi mendampingi beliau demi mengemban amanah? aku tak bisa lagi menjaga beliau? atau saat dia membutuhkan bantuan dariku yang hanya seorang kuli 9 jam ?
Dapat kah pula aku sanggup berpisah dengan sahabatku waktu itu? padahal kami baru saja bercengkrama bersama, saling bertukar fikiran baik suka maupun duka, saling mendukung satu sama lain dan saling bertahan dalam keganasan persaingan hidup di dalam kura-kura hijau itu.
Entah, bahagia bercampur ragu, dapatkah aku menjalani semua ini? saat ini? beberapa detik lagi? atau di masa yang aku tak tau sampai kapan . . .
Tapi aku harus tetap bertahan aku harus berani . . .