Tuesday, June 21, 2016

Sendal untuk Ayah

Sendal jepit*)
Suatu hari, seorang gadis kecil tengah jalan berdua bersama ayahnya ke sebuah pusat perbelanjaan. Saat baru memasuki mall itu, mereka tampak kontras dengan pengunjung lainnya. Tak nyana, beberapa pasang mata pun melirik mereka dengan penuh tanya.

Bila orang lain mengenakan pakaian terbaiknya seperti baju baru, sepatu baru, celana baru maka lain halnya dengan si gadis kecil dan sang ayah.  Si gadis kecil hanya mengenakan kemeja putih yang warnanya mulai menguning dengan celana panjang hitam yang mulai pudar dengan bando berpita merah di atas kepalanya. Sementara ayahnya menggunakan jaket yang sudah robek di bagian bahu, berpeci, dan bersendal jepit.

Bukan tanpa alasan mereka datang ke tempat tersebut. Sang ayah, mengantarkan anaknya yang akan mengikuti lomba membaca puisi di tempat tersebut. Namun sebelum lomba itu berlangsung, tiba-tiba ...

"Ehh, sendal jepit ayah putus, nak", kata ayah sambil melihat ujung sendal jepitnya yang putus.

"Loh, kok bisa yah? terus gimana dong?" tanya si anak sambil mengernyitkan dahi, kebingungan.

"Entahlah, ayah juga gak tau. Yaudah kita ke atas saja dan kamu harus ikuti lombanya dengan baik," pinta ayah sambil tersenyum.

Singkat cerita, si anak mengikuti lomba itu dan meraih juara ketiga. Hadiahnya uang tunai sebesar 75 ribu Rupiah yang pada tahun 90-an nilainya masih tergolong cukup besar.

"Selamat ya, nak. Meski tak berhasil dapat juara pertama tapi menjadi tiga besar sudah pencapaian yang sangat baik. Ayah bangga padamu," ujar ayah seraya memeluk dan mencium kening sang anak.

"Makasih, yah," balas sang anak.

"Ayo kita ke toko, kamu bilang kamu ingin membeli tas baru bila kamu memenangkan uang tunai itu kan?" tanya sang ayah

"Tidak, yah. Ini uang untuk ayah saja. Ayah lebih membutuhkan uang ini untuk membeli sendal baru untuk ayah kenakan hari ini dibanding membeli tas baru di sini," ungkap sang anak.

Kisah anak gadis yang lebih memilih memberikan uangnya kepada ayahnya mengajarkan kita akan arti keinginan dan kebutuhan. Si gadis kecil yang sebenarnya menginginkan sebuah tas baru ternyata memilih untuk mendahulukan kebutuhan sendal ayahnya dibanding keinginannya.

Sama halnya dengan sebuah kesederhanaan. Sederhana mengajarkan untuk mendahulukan kebutuhan dibanding keinginan. Sederhana mengajarkan untuk mendahulukan kebutuhan primer dibanding keinginan tersier sebab dengan hidup sederhana membuatmu bahagia berapapun jumlah rezeki yang kamu peroleh.

Hidup sederhana sebenarnya mudah dilakukan hanya saja terkadang justru kita yang membuatnya sukar untuk dijalani

*) source by net

1 comment:

  1. Tak nyana/ tak dinyana = tak diduga.... ya kalau udah dari pertama kontras dengan pengunjung lainnya, sudah diduga lah akan menjadi perhatian/dilirik orang :))

    just my two cents

    ReplyDelete