Tuesday, May 17, 2016

Impianku

Chairil Anwar*

Gadis berkulit coklat berambut panjang itu hendak mewawancarai seorang pria berambut keriting yang baru saja memenangkan lomba puisi di sekolahnya. Saat sang gadis pengelola mading itu berbicara dengan si pria dan memintanya untuk diwawancarai, sang pria menolak karena ia tidak pernah merasa mengirimkan puisinya. 

Perdebatan mulut pun tak terelakkan. Emosi tak tertahankan. Tak pelak, mereka saling saut-menyaut dengan nada suara tinggi. Sang pria tetiba urung melanjutkan pertengkaran sia-sia tersebut. Ia pun langsung berlalu. Tanpa sengaja, sebuah buku bertajuk "Aku" karya Suman Djaja, terjatuh. Sang gadis pun lantas memungut buku yang menceritakan menceritakan kisah hidup Chairil Anwar dengan pengemasan yang puitis tersebut lalu membawanya pulang.

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang pun kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Mungkin, memoar kejadian itu lekat sekali dengan generasi tahun 90-an. Kisah Cinta dan Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta yang dirilis pada tahun 2002 itu sukses mengantarkan puisi menjadi salah satu hal yang amat menarik perhatian, terutama wanita di zaman itu. Bahkan beberapa waktu lalu, kala sekuel film yang sama dirilis, puisi masih menjadi bagian yang tak luput menjadi unsur kekuatan cerita.

Sejak kanak-kanak, aku mengenal puisi sebagai salah satu seni pertunjukkan yang dipentaskan di atas panggung. Bila ku tak salah ingat, seorang guru pernah mempercayakan diriku membawakan sebuah puisi bertajuk "Guru" saat perpisahan sekolah. Seolah terpatri sejak masa kecil. Aku tumbuh dengan kegemaran pada puisi. Sampai-sampai aku ingin menjadi seorang sastrawati.

Berbagai perlombaan puisi kadang tak absen ku ikuti sejak kecil. Tak peduli menang atau kalah. Asal sudah membacakannya, hati ini rasanya tak terbantahkan. Lega tak berkesudahan. Senang bagai mendapatkan kue gratis sekaligus takut bagai melihat kecoa terbang. Campur-aduk tapi indah.

Kegemaranku pada salah satu seni sastra ini membuatku sangat menyukai mata pelajaran bahasa Indonesia. Aku pun pernah berpikir untuk membuat terobosan, membuat satu kelas bahasa saat bersekolah menengah atas. Tapi takdir berkata lain. Jumlah peminat kelas itu sangat sedikit sehingga tak memungkinkan dibuka kelas.

Satu-satunya jalan agar aku dapat mewujudkan mimpi menjadi sastrawati ialah masuk jurusan Sastra Indonesia saat melanjutkan pendidikan tinggi. Lagi-lagi, keinginan tak sejalan dengan takdir Tuhan. Meski beberapa kali mengikuti pre-test SMPB (sekarang SNMPTN) di tempat kursus dan selalu lolos, ternyata orang tuaku mentah-mentah menolak inginku. Aku dilarang mengambil kuliah sastra yang menjadi impianku saat itu.

Impianku yang dulu memang sudah pudar. Saat ini aku hanya ingin membuat orang lain tersenyum atau bahkan tertawa bila berbicang denganku. Aku yang kini lebih bahagia bila melihat orang lain bahagia. Membuat guyonan segar, celotehan yang tak bermaksud menyinggung tetapi tetap hangat. Sepertinya, menjadi pelawak mungkin bisa jadi salah satu dream job di masa depan nanti. Let see.

*)https://bahrurrosyididuraisy.wordpress.com/puisi-chairil-anwar/

2 comments:

  1. masuk API aja gih. tapi gimana ya, in? pelawak itu antara secantik omas atau sejelek Nycta Gina. Jadi lo ada di sisi mana?

    ReplyDelete
  2. Aku dukung jadi komedian. Duetnya sama mbak Irma yaaa :*

    ReplyDelete